Selasa, 03 November 2009

PERANAN PENDIDIKAN ISLAM TERHADAP KECERDASAN MANUSIA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Pendidikan Islam
Pendidikan Islam memiliki 3 (tiga) tahapan kegiatan, yaitu: tilawah (membacakan ayat Allah), tazkiyah (mensucikan jiwa) dan ta’limul kitab wa sunnah (mengajarkan al kitab dan al hikmah). Pendidikan dapat merubah masyarakat jahiliyah menjadi umat terbaik disebabkan pendidikan mempunyai kelebihan. Pendidikan mempunyai ciri pembentukan pemahaman Islam yang utuh dan menyeluruh, pemeliharaan apa yang telah dipelajarinya, pengembangan atas ilmu yang diperolehnya dan agar tetap pada rel syariah. Hasil dari pendidikan Islam akan membentuk jiwa yang tenang, akal yang cerdas dan fisik yang kuat serta banyak beramal.
Pendidikan Islam berpadu dalam pendidikan ruhiyah, fikriyah (pemahaman/pemikiran) dan amaliyah (aktivitas). Nilai Islam ditanamkan dalam individu membutuhkan tahpan-tahapan selanjutnya dikembangkan kepada pemberdayaan di segala sektor kehidupan manusia. Potensi yang dikembangkan kemudian diarahkan kepada pengaktualan potensi dengan memasuki berbagai bidang kehidupan. (QS. Ali Imran (3) : 103)
Pendidikan yang diajarkan Allah SWT melalui Rasul-Nya bersumber kepada Al Qur’an sebagai rujukan dan pendekatan agar dengan tarbiyah akan membentuk masyarakat yang sadar dan menjadikan Allah sebagai Ilah saja.
Kehidupan mereka akan selamat di dunia dan akhirat. Hasil ilmu yang diperolehnya adalah kenikmatan yang besar, yaitu berupa pengetahuan, harga diri, kekuatan dan persatuan.
Tujuan utama dalam pendidikan Islam adalah agar manusia memiliki gambaran tentang Islam yang jelas, utuh dan menyeluruh.
Interaksi di dalam diri ini memberi pengaruh kepada penampilan, sikap, tingkah laku dan amalnya sehingga menghasilkan akhlaq yang baik. Akhlaq ini perlu dan harus dilatih melalui latihan membaca dan mengkaji Al Qur’an, sholat malam, shoum (puasa) sunnah, berhubungan kepada keluarga dan masyarakat. Semakin sering ia melakukan latihan, maka semakin banyak amalnya dan semakin mudah ia melakukan kebajikan. Selain itu latihan akan menghantarkan dirinya
B. Kecerdasan Emosi
Kecerdasan berasal dari kata cerdas yang secara harfiah berarti sempurana perkembangan akal budinya, pandai dan tajam pikirannya. Selain itu cerdas dapat pula berarti sempurna pertumbuhan tubuhnya seperti sehat dan kuat fisiknya. Sedangkan kata emosional berasal dari bahasa inggris, emotion yang berarti keibaan hati, suara yang mengandung emosi, pembelaan yang mengharukan, pembelaan yang penuh perasaan. Dalam pengertian yang umumnya digunakan, emosi sering diartiakan dorongan yang amat kuat dan cenderung mengarah kepada hal-hal yang kurang terpuji, seprti halnya emosi yang ada pada para remaja yang sedang goncang. Dalam perkembangan selanjutnya kecerdasan emosional (emotional intlegence) mengalami perkembangan baru dan secara umum menggambarkan sebagai potensi psikologis yang bersifat positif dan perlu dikembangkan. Daniel goleman misalnya mengataka bahwa kecerdasan emosional mengandung beberapa pengertian. Pertama kecerdasan emosi tidak hanya berarti sikap ramah. Pada saat tertentu yang diperlakukan mungkin bukan sikap ramah, melainkan misalnya sikap tegas yang barangkali memang tidak menyenangkan tetapi mengungkapkan kebenaran yang selama ini dihindari. Kedua kecerdasan emosi bukan berarti memberikan kebebasan kepada perasaan untuk berkuasa memanjakan perasaan, melainkan mengelola perasaan sedemikian sehingga tereksperesikan secara tepat dan efektif, yang memungkinkan orang bekerjasama dengan lancar menuju sasaran bersama.
Kecerdasan emosional lebih lanjut diartikan kepiawaian, kepandaian dan ketepatan seseorang dalam mengelola diri sendiri dalam berhubungan dengan orang lain di sekeliling mereka dengan menggunakan seluruh potensi psikologis yang dimilikinya seperti inisiatif dan empati, komunikasi kerjasama dan kemampuan persuasi yang secara keseluruahan telah mempribadikan pada diri seseorang.
Kecerdasan Emosi atau Emotional Quotation (EQ) meliputi kemampuan mengungkapkan perasaan, kesadaran serta pemahaman tentang emosi dan kemampuan untuk mengatur dan mengendalikannya.
Kecerdasan emosi dapat juga diartikan sebagai kemampuan Mental yang membantu kita mengendalikan dan memahami perasaan-perasaan kita dan orang lain yang menuntun kepada kemampuan untuk mengatur perasaan-perasaan tersebut.
Banyak contoh diskitar kita membuktikan bahwa orang yang memiliki gelar tinggi belum tentu sukses berkiprah di dunia pekerjaan. Seringkali mereka yang berpendidikan formal lebih rendah ternyata lebih berhasil di dunia pekerjaan.
Selama ini banyak berkembang dalam masyarakat kita sebuah pandangan stereotip, dikotomisasi antara kepentingan dunia dan akhirat. Mereka yang memilih di jalan vertical cenderung berpikir bahwa kesuksesan dunia justru adalah sesuatu yang bias dinisbihkanatau sesuatu yang bias demikian mudahnya dimarginalkan. Hasilnya, mereka unggul dari kekhusuan zikir dan kekhidmatan berkomplementasi.
Jadi orang yang cerdas secara emosi bukan hanya memiliki emosi atau perasaan-perasaan, tetapi juga memahami apa artinya. Dapat melihat diri sendiri seperti orang lain melihat kita, mampu memahami orang lain seolah-olah apa yang dirasakan orang itu kita rasakan juga.




BAB II
PEMBAHASAN

A. Antara IQ dan EQ
Kecerdasan akademis sedikit kaitannya dengan kehidupan emosional. Orang dengan IQ tinggi dapat terperosok ke dalam nafsu yang tak terkendali dan impuls yang meledak-ledak; orang dengan IQ tinggi dapat menjadi pilot yang tak cakap dalam kehidupan pribadi mereka. Terdapat pemikiran bahwa IQ menyumbang paling banyak 20 % bagi sukses dalam hidup, sedangkan 80 % ditentukan oleh faktor lain.
Kecerdasan akademis praktis tidak menawarkan persiapan untuk menghadapi gejolak atau kesempatan yang ditimbulkan oleh kesulitan-kesulitan hidup. IQ yang tinggi tidak menjamin kesejahteraan, gengsi, atau kebahagiaan hidup
Banyak bukti memperlihatkan bahwa orang yang secara emosional cakap yang mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan baik, dan yang mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif memiliki keuntungan dalam setiap bidang kehidupan, entah itu dalam hubungan asmara dan persahabatan, ataupun dalam menangkap aturan-aturan tak tertulis yang menentukan keberhasilan dalam politik organisasi.
Orang dengan ketrampilan emosional yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan bahagia dan berhasil dalam kehidupan, menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas mereka. Orang yang tidak dapat menghimpun kendali tertentu atas kehidupan emosionalnya akan mengalami pertarungan batin yang merampas kemampuan mereka untuk berkonsentrasi pada karir/pekerjaan ataupun untuk memiliki pikiran yang jernih.
Tingkat IQ atau kecerdasan intelektual seseorang umumnya tetap, sedang EQ (kecerdasan emosi dapat terus ditingkatkan. Itu didukung oleh pendapat seorang pakar EQ, Daniel Goleman sebagai berikut: dalam hal peningkatan inilah kecerdasan emosi sangat berbeda dengan IQ yang umumnya hampir tidak berubah. Kecerdasan emosi merupakan kemampuan merasakan, memahami secara efektif, menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh manusi. Emosi adalah bahan baker yang tidak tergantikan bagi otak agar mampu melakukan penalaran yang tidak tergantikan bagi otak melakukan penalaran tinggi.

B. Survey Membuktikan ….
Survei terhadap orangtua dan guru-guru memperlihatkan adanya kecenderungan yang sama di seluruh dunia, yaitu generasi sekarang, lebih banyak mengalami kesulitan emosional daripada generasi sebelumnya : lebih kesepian dan pemurung, lebih berangasan dan kurang menghargai sopan santun, lebih gugup dan mudah cemas, lebih impulsif dan agresif.
Kemerosotan emosi tampak dalam semakin parahnya masalah spesifik berikut :
• Menarik diri dari pergaulan atau masalah sosial; lebih suka menyendiri, bersikap sembunyi-sembunyi, banyak bermuram durja, kurang bersemangat, merasa tidak bahagia, terlampau bergantung.
• Cemas dan depresi, menyendiri, sering takut dan cemas, ingin sempurna, merasa tidak dicintai, merasa gugup atau sedih dan depresi.
• Memiliki masalah dalam hal perhatian atau berpikir ; tidak mampu memusatkan perhatian atau duduk tenang, melamun, bertindak tanpa bepikir, bersikap terlalu tegang untuk berkonsentrasi, sering mendapat nilai buruk di sekolah, tidak mampu membuat pikiran jadi tenang.
• Nakal atau agresif; bergaul dengan anak-anak yang bermasalah, bohong dan menipu, sering bertengkar, bersikap kasar terhadap orang lain, menuntut perhatian, merusak milik orang lain, membandel di sekolah dan di rumah, keras kepala dan suasana hatinya sering berubah-ubah, terlalu banyak bicara, sering mengolok-olok , bertemperamen panas.
Penelitian jangka panjang terhadap 95 mahasiswa Harvard dari angkatan tahun 1940 an menunjukkan bahwa dalam usia setengah baya, mereka yang peroleh tesnya paling tinggi di perguruan tinggi tidaklah terlampau sukses dibandingkan rekan-rekannya yang IQ nya lebih rendah bila diukur menurut gaji, produktivitas, atau status di bidang pekerjaan mereka.
Mereka juga bukan yang paling banyak mendapatkan kepuasan hidup, dan juga bukan yang paling bahagia dalam hubungan persahabatan, keluarga, dan asrmara.
C. Pendidikaan Islam Dan EQ
Dalam islam, hal-hal yang berhubungan dengan kecakapan emosi dan spiritual seperti konsistensi (istiqomah), kerendahan hati (Tawadhu), berusaha dan berserah diri ( tawakal), ketulusan (keikhlasan), totalitas(kaffah), kesaeimbangan(tawazun), integritas dan penyempurnaan(ihsan) itu dinamakan akhlaqul qarimah. Dalam kecerdasan emosi, hal-hal yang sudah di disebutkan tiu dijadika sebaga tolok ukur kecerdasan emosi/EQ. oleh Karena itu kecerdasan emosi sebenarnya adalah akhlak dalam agama islam yang di ajarkan oleh Rasulullah SAW. Sehingga ketika kita belajar agama islam sebenarnya kita telah menumbuhkan kecerdasan Emosi kita sendiri.
Banyak contoh diskitar kita membuktikan bahwa orang yang memiliki gelar tinggi belum tentu sukses berkiprah di dunia pekerjaan. Seringkali mereka yang berpendidikan formal lebih rendah ternyata lebih berhasil di dunia pekerjaan.
Selama ini banyak berkembang dalam masyarakat kita sebuah pandangan stereotip, dikotomisasi antara kepentingan dunia dan akhirat. Mereka yang memilih di jalan vertical cenderung berpikir bahwa kesuksesan dunia justru adalah sesuatu yang bias dinisbihkanatau sesuatu yang bias demikian mudahnya dimarginalkan. Hasilnya, mereka unggul dari kekhusuan zikir dan kekhidmatan berkomplementasi.
Dalam pendidikan islam berbagi ciri yang menandai kecerdasan emosional tersebut terdapat pada pendidiakn akhlak . para pakar pendidikan islam dengan berbagai ungkapan pada umumnya sepakat bahwa tujuan pendidikan islam dengan berbagi ungkapan pada umumnya sepakat bahwa tujuan pendidian islam adalah membina pribadi yang berakhlak. Ahmad. D marimba mengatakan bahwa pendidiakn islam adalah bimbingan jasmani dan rohani menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran islam.
Pendidikan islam juga merupakan proses bimbingan (pimpinan, tuntutan, usulan) oleh subyek didik terhadap perkembangan jiwa(pikirsn , perasaan dan kemauan, intuisi dan sebagainya) dan raga obyek didik dengan bahan-bahan materi metode tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada kearah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai dengan ajaran islam. Sementara itu pendidka islam adalah manusia seutuhnya: akal dan hatinya;rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya.
Untuk itu pendidikan islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan menyiapkan untu menhadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejaatannya, manis dan pahitnya.
Berbagi pakar memperlihatkan bahwa pendidkna islam disamping berupaya untuk membina kecerdasan intelektual, keterampilan dan raganya, juga membina jiwa dan hati nuraninya. Pembinaan intelektual dangan cara memberikan mata pelajaran yang berkaitan dengan akal pikiran sedangkan pembinaan jiwa dan hati nuraninya dilakukan dengan membersihkan hati nuraninya dari penyakit seperti sombong, tinggi hat, iri hati dan sebagainya.











BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pembinaan kecerdasan emosional merupakan bagian dalam potensi yang dimiliki manusia harus dilakukan oleh dunia pendidikan, sehingga para lulusan pendidikan dapat meraih kesuksesan dalam hidupnya. Pembinaan kecerdasan emosional tersebut sejalan dengan tujuan pendidiakn islam yang pada intinya membentuk manusia yang berakhlak, yaitu manusia yang dapat berhubungan, berkomunikasi, beradaptasi, bekerjasama dan seterusnya, baik dengan Alloh swt, dengan manusia dengan alam dan sekalian makhluk tuhan lainnya.
B. Saran

Tidak ada komentar: